Anggota Dewan Pakar Persatuan Pendidikan dan Guru (P2G), Anggi Afriansyah, menyampaikan pandangannya terkait polemik seputar perlunya pengembalian Ujian Nasional (UN). Menurut Anggi, perdebatan tentang ada atau tidaknya UN seharusnya bukan menjadi fokus utama. Hal yang jauh lebih penting adalah bagaimana negara dapat memiliki standar evaluasi pendidikan yang komprehensif, mampu mengukur berbagai aspek perkembangan dan pencapaian siswa secara menyeluruh.
“Jadi pada akhirnya, bukan soal ada Ujian Nasional atau tidak. Negara ini memang harus punya mekanisme yang menyeluruh untuk mengevaluasi kualitas pendidikan secara keseluruhan,” kata Anggi dalam program Crosscheck di YouTube Medcom.id, Senin, 11 November 2024. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Anggi memandang UN sebagai salah satu alat evaluasi, tetapi bukan satu-satunya cara untuk mengukur keberhasilan pendidikan nasional. Ia menilai bahwa penilaian harus melibatkan berbagai aspek yang lebih luas agar dapat mengukur sejauh mana pendidikan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
Anggi mengingatkan bahwa standar evaluasi ini seharusnya berlandaskan pada standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Menurutnya, fokus utama haruslah pada pencapaian standar lulusan yang terukur dan relevan dengan tujuan pendidikan nasional. “Baik ada UN atau tidak, jika tujuan pendidikan kita tidak tercapai, itu yang seharusnya menjadi perhatian utama,” tambah Anggi. Dia menekankan bahwa tujuan pendidikan tidak semata-mata tentang pencapaian akademis, melainkan juga tentang pembentukan karakter, keterampilan, dan kemampuan siswa yang sesuai dengan kebutuhan masa depan.
Pernyataan Anggi ini muncul di tengah wacana yang kembali mengemuka tentang kemungkinan pengembalian Ujian Nasional sebagai alat evaluasi pendidikan. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah mengkaji kemungkinan pengembalian UN. Wacana ini muncul setelah kebijakan sebelumnya di era Menteri Nadiem Makarim yang menghapus UN pada tahun 2020 dan menggantikannya dengan Asesmen Nasional (AN), sebuah alat evaluasi pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada literasi, numerasi, dan pengembangan karakter siswa.
“Kami masih dalam tahap pengkajian apakah UN akan dikembalikan atau tidak, karena masih dalam pembahasan. Semua opsi terbuka dan sedang dipertimbangkan,” ungkap Abdul Mu’ti dalam acara Silaturahmi Media di Jakarta, Rabu, 23 Oktober 2024. Menurut Mu’ti, pembahasan mengenai UN ini tidak akan terburu-buru, sebab isu evaluasi pendidikan memerlukan analisis yang hati-hati dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia.
Mu’ti juga menyoroti Asesmen Nasional (AN) yang saat ini digunakan sebagai alternatif evaluasi. AN memiliki pendekatan yang berbeda dengan UN, karena tidak hanya menilai aspek akademis semata, tetapi juga berusaha mengukur keterampilan siswa dalam hal literasi, numerasi, serta aspek karakter. Mu’ti mengakui bahwa AN adalah upaya untuk mengembangkan evaluasi yang lebih komprehensif dan mendukung pengembangan kompetensi yang relevan dengan kebutuhan abad ke-21. Namun, ia juga menyadari bahwa masih perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan bahwa AN benar-benar efektif dan mampu mencerminkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Anggi Afriansyah mengapresiasi upaya pemerintah dalam menghadirkan Asesmen Nasional, tetapi ia juga menekankan bahwa pemerintah perlu memastikan bahwa standar evaluasi yang digunakan mampu menjadi tolok ukur yang akurat untuk menilai keberhasilan pendidikan. Anggi mengharapkan agar pemerintah fokus pada pengembangan standar evaluasi yang tidak hanya mengukur nilai akademik, tetapi juga dapat mencakup aspek keterampilan hidup, karakter, serta kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kreatif.
Anggi berharap agar pemerintah menyusun standar lulusan yang kuat dan relevan dengan perkembangan zaman, sehingga siswa yang lulus tidak hanya memiliki pengetahuan teoritis, tetapi juga keterampilan praktis yang mendukung daya saing mereka di masa depan. Ia percaya bahwa evaluasi pendidikan harus bersifat menyeluruh, mencakup kemampuan intelektual, emosional, dan sosial, serta menekankan pentingnya karakter siswa yang jujur, bertanggung jawab, dan memiliki etos kerja yang baik.
Ke depan, Anggi menyarankan pemerintah untuk terus memperbaiki dan mengembangkan sistem evaluasi pendidikan yang fleksibel namun efektif dalam mengukur seluruh aspek kompetensi siswa. Ia yakin bahwa hanya dengan pendekatan evaluasi yang holistik, pendidikan di Indonesia dapat lebih maju dan menghasilkan generasi yang berkualitas tinggi, mampu menghadapi tantangan global dan berkontribusi pada kemajuan bangsa.